Menulis (Mozaik IX pada tulisanku yang bertajuk Puan Lingga 2019)
Aku senang terlahir dengan improve memory yang cukup baik, aku bisa mengingat beberapa hal dengan detail bahkan bisa merasakan kembali bagaimana bahagianya, menyenangkannya, pun bagaimana menyakitkan dan laranya nya saat aku mengenang sesuatu hal terjadi di masalaluku. Aku senang sebab dengan itu aku aku bisa menulis lebih banyak cerita. Cerita yang isinya dari kejujuranku sendiri, iya, sejauh ini dari sekian yang pernah aku tuliskan, isi tulisan itu adalah kejujuran yang aku rasakan. Aku tidak pernah peduli mendapat kritikan, cemoohan, dan beberapa pertanyaan yang tidak mengenakkan ketika tulisan itu terunggah, sebab hanya dengan menulislah caraku mengungkapkan perasaan secara jujur dan terang-terangan, aku kurang lihai mengungkapkan secara langsung dari bibirku, seolah apa yang aku ucap tak pernah sejalan dengan benar dari apa yang aku rasakan.
Aku menulis, dan banyak dari tulisan itu isinya tentang patah hati, semua patah hati itu adalah kejujuran tapi sebenarnya aku tidak sedang patah hati kala menulis itu, tulisan itu kadang adalah tentang patah hatiku yang telah berlalu yang kemudian aku tulis ulang. Aku lebih banyak menulis tentang patah hati sebab lebih banyak orang yang menyukai itu, tanggapannya lebih positif dan lebih menyenangkan hatiku, karena juga kadang sedang terjadi di kehidupan orang lain yang membaca itu. Tulisan patah hati lebih sering mengena bagi banyak kalangan yang juga sedang patah hati. Aku bisa saja menuliskan tentang manisnya jatuh cinta, tapi karena tulisanku adalah tentang kejujuran aku jadi sulit membagikannya ke sosial media, sebab semuanya benar jujur adanya, bahkan hingga nama yang membuat aku jatuh cinta dengan terang-terangan aku sebutkan. Meski mungkin aku bisa mengelabui tulisan itu dengan menuliskan dengan nama yang aku samarkan, seperti beberapa tulisanku sebelumnya, aku mengganti nama seseorang yang aku kagumi dengan nama Khaelyla, sebuah nama yang aku cipta sendiri, nama yang sebenarnya itu adalah nama yang aku siapkan jika aku punya anak perempuan suatu saat nanti. Khaelyla adalah nama yang akan aku berikan jika nanti aku di beri rezeki mempunyai seorang anak perempuan. Tapi di beberapa kesempatan aku memakai nama itu untuk menjadi tamengku dalam menceritakan seseorang yang nama aslinya tak ingin aku sebutkan. Tapi kamu, Meliarika. Namamu tak bisa aku ganti, nama itu sudah begitu cantik dan cocok untuk menceritakan karaktermu, nama yang sering pula aku tulis meski lebih banyak aku simpan sendiri tanpa pernah berani aku publikasikan, hanya beberapa yang berani aku unggah dan kadang tanpa izin dari kamu, sebagai pemilik nama itu. Maaf, atas tulisanku yang pernah terunggah dan menyematkan namamu, tanpa meminta izin lebih dulu darimu.
Ada banyak rindu yang ingin aku utarakan
Padamu bagai derai-derai dan rintik yang rindang
Namamu yang tak usai aku bicarakan
Meski sejauh ini hanya sebatas aku tuliskan
Sebab aku lebih leluasa menggambarkan cantikmu
Tanpa perlu mengulik lebih dalam tentangmu, dan
Tak perlu harus tahu perasaanmu.
Kekecawaan atas perasaan yang tak sempat terbalaskan membuatku lebih banyak bercengkrama dengan kata, mengumpulkan kalimat yang menumpuk, mengeluarkan luapan lara yang berkecamuk. Kamu nyata benar-benar nyata, di dalam tulisanku kamu adalah milikku tanpa pernah di sentuh oleh sesiapa. Dalam larikku kamu adalah Tuan Putrinya sedang aku, pejuang suka rela yang berdiri paling depan untuk melindungimu, tak peduli jutaan anak panah menembus hatiku, sebab upayaku adalah untuk tetap membuatmu bahagia tanpa terbebani apa-apa. Kamu Tuan Putri namun aku tak ingin menjadi Raja yang bisa kapan saja menjamah hatimu, aku hanya ingin menjadi seorang prajurit yang rela mengorbankan apa saja asal kamu senantiasa merasa aman di istanamu. Aku mungkin telah terlalu dalam mencinta tapi aku tak ingin seperti Rahwana yang dengan tega menculik Dewi Shinta dari Arjuna. Aku ingin mencintaimu dengan sederhana seperti angin yang merasuk ke dalam rongga paru-parumu, meski kau tak melihatku tapi aku selalu akan ada untuk menghidupimu, menjadi bagian terpenting dari dirimu meski kau sendiri tak menyadari betapa pentingnya hadirku.
Menulismu adalah kebahagiaan tersendiri, sebab kamu bisa aku sebut siapa saja dan menjadi apa saja yang aku mau, meski di kehidupan sebenarnya kamu bukanlah siapa-siapa bagiku, tapi aku selalu saja lagi dan lagi menulis tentangmu, menjadikanmu sebuah karya yang akan terus aku simpan dan akan aku ceritakan kelak saat menua.
sejuta kata terangkai
dengan letupan rindu yang tak pernah usai,
menulismu adalah caraku menjaga keindahanmu
agar tak hilang terbawa waktu,
sebab meski kau tak pernah menjadi memilikimu
namun aku sudah merasa
tak ingin kehilangan segala hal tentangmu,
secuil pun dari ingatanku!
Menulis,
Menulis,
Hanya terus menulis, sebab
Menulis adalah caraku menangis
Tanpa harus melinangkan air mata.
Posting Komentar untuk "Menulis (Mozaik IX pada tulisanku yang bertajuk Puan Lingga 2019)"