Ulang Tahun (Mozaik VII pada tulisanku yang bertajuk Puan Lingga 2020)
Menuju akhir Mei 2020, di Natuna aku mulai mengoreksi beberapa rencana yang telah aku tuliskan pada lembar buku catatan, ada yang di pertahankan ada pula yang harus aku ubah menyesuaikan dengan keadaan, termasuk namamu, sejauh yang aku rasakan namamu dalam list rencanaku kini menjadi sebuah pertanyaan, sebab semakin jauh waktu berlalu kau pun semakin jauh, membuatku merasa bahwa memilikimu hanyalah mimpi yang akan tetap jadi mimpi, tak akan terjadi. Bahkan mungkin barangkali kini kau telah berlabuh ke lain hati. Sejauh yang telah terlewati aku masih tetap saja belum mengenal sosokmu lebih dalam, yang aku tahu aku hanya mengagumi sosokmu dari kejauhan, dalam diam dan dalam kepasrahan doa-doa yang tak henti-henti.
Menulis ulang daftar rencana, dengan lukisan wajahmu yang selalu ku pajang di meja kerja, aku mulai sedikit berbenah, mengatur langkah demi mendapat jawaban sejauh mana kamu harus aku perjuangkan, Meliarika. Pertanyaan yang jika aku tanyakan kepada hati jawabannya pasti “untuk Meliarika, aku harus terus menanti, jangan henti disini” tapi logikaku mengatakan lain lagi “Sudahlah misteri ini harusnya di sudahi”. Aku semakin bingung, tapi akhirnya namamu tetap berada di list rencana dengan disisipkan simbol tanda tanya (?).
Puan Lingga yang selalu indah di lamunan,
apa kabar?,
jarang berkabar tetapi tentangmu selalu membuatku berdebar.
Diantara semua pertanyaan yang membingungkan,
Namun hatiku bilang kau harus tetap aku upayakan,
Maafkan,
Maaf atas keinginan yang enggan hilang ini
Sebab kau yang selama ini melekat di hati.
Diujung malam, alarmku berdering. Alarm sebuah pengingat hari ulang tahun, hari ulang tahunmu yang sebenarnya aku sudah ingat betul sebab dari jauh-jauh hari sudah aku sadari, tapi aku tak bisa langsung mengucapkan selamat kepadamu, karena lagi-lagi kendala koneksi. Ketika mendapatkan jaringan yang bagus aku pun segera mengirim pesan kepadamu, sebuah ucapan selamat atas bertambahnya umurmu, dan doa yang turut serta aku panjatkan khusus untukmu;
“semoga segala hal terbaik memihakmu di hari ini dan seterusnya”.
Aku juga mengunggah potret wajahmu di Instastoty, menuliskan sebuah ungakapan turut bahagia dan doa-doa yang ku harap siapa pun yang membuka instastory ku turut membaca doa untukmu. Aku banyak mendapatkan tanggapan dari potret wajahmu yang terunggah di Instastoryku, banyak yang menanyakan siapakah gerangan puan yang begitu manis itu, apakah sosok pacarku yang baru, dalam khayalku menjawab dengan doa semoga saja iya, dan segera! Potret wajahmu yang aku ambil dari laman beranda Instagrammu itu juga mendapat tanggapan dari ibuku,
“jadi ini Puan Lingga yang diceritakan tempo hari, yang lukisan wajahnya kau pajang di meja kerjamu?”
"Iya” jawabku
tapi dia masih bukan siapa-siapa, hanya teman, yang kebetulan berulang tahun hari ini, itu sebabnya aku mengunggah wajahnya. Ibuku bilang
“tapi ingat jangan menyakiti hati perempuan lagi seperti yang sudah-sudah,
belajarlah untuk tetap satu, bangun tujuan bersama jika kau mendapatkannya,
jangan berpaling ke lain hati hanya karena rasa penasaranmu terhadapnya telah kau temui,
dan ingat yang selalu Ibu nasehatkan; jangan membuat anak gadis orang jatuh hati
bila akhirnya tak kau nikahi!”
dalam hatiku;
tapi aku tak tahu akan kah nanti rencana itu bisa sesuai dengan yang aku rencanakan,
yang jelas sekarang aku hanya ingin mengejar mimpiku sesuai list yang aku buat,
satu persatu, berurutan,
hingga nanti sampai kepada list yang ada namanya
baru lah aku akan mengejarnya,
pun jika nanti dia telah berlabuh ke lain hati,
tak apa,
aku bisa menulis ulang list rencanaku itu dengan nama lain,
meski sulit menemukan yang sepertinya”
Malam bertandang dengan suka rela, seperti biasanya setiap malam aku menghabiskan waktu di warung kopi sambil mencari tempat dengan koneksi internet yang baik. Malam itu aku terus melihat deretan Instastorymu yang isinya ucapan selamat ulang tahun untukmu, berbaris-baris story satu persatu terlewati, hingga menjelang terakhir dari barisan Instastory itu, aku melihat satu gambar yang sedikit berbeda dari yang lainnya, caramu merepost Instastory itu sedikit berbeda, terlihat begitu istimewa, kata-kata manis kau tulis yang tampak saat kau menulis itu hatimu sedang berbunga-bunga. Barisan story itu seolah meredupkan malamku secara tiba-tiba, bintang-gemintang seolah kabur dari langit, dan bulan bersembunyi di balik pelupuk mataku.
Puan yang aku nanti ternyata telah melabuhkan hati. Selamat ya. Tidak, aku tidak kecewa hanya saja ada sedikit sesak yang terasa di dalam dada. Ternyata garis waktu telah membawamu pergi semakin jauh dari jangkauanku, kau telah bahagia, aku juga harus turut bahagia, aku akan tetap mendoakanmu dan kekasihmu; semoga kalian bahagia dan terus saling membahagiakan, semoga Dia adalah sosok terbaik yang akan terus mendampingimu, dan semoga tak ada luka yang menghampiri. Selamat, sekali lagi. Mungkin saatnya aku harus undur diri. Tak mengharapkanmu, lagi, berhenti menanti, merelakanmu bahagia di lain hati.
padahal hal itu sendiri begitu menyakitkan untuk di kenangkan.
Kamu telah memilih hati yang lain sebelum aku datang menawarkan mimpi-mimpiku.
Mungkin benar jalanmu,
kau memilih sosok yang lebih menyenangkan,
yang memahamimu dan selalu memberikanmu rasa nyaman.
Aku terpaksa menghentikan langkah,
Meski sebelum itu, dengan percaya diri aku meyakini
bahwa Aku lah sosok yang akan menjadi akhir dari penantianmu nanti,
Dalam perasaan yang begitu rumit, aku hanya bisa pasrah.
Aku sadar siapalah aku,
Akhirnya aku harus menyelesaikan mimpiku dengan cara lain.
Walau sebenarnya dalam hatiku,
kau masih selalu yang aku idamkan.
Tapi bisakah aku mencari beberapa kemungkinan-kemungkinan
Mana tahu kau nanti berubah pikiran,
Tapi aku juga tak boleh begitu,
Pada pekat malam setelah menemui kehilangan,
namamu masih kerap aku sebut
sebagai satu-satunya sosok yang aku rindukan.
Aih aku masih selalu mengingat
waktu-waktu yang telah terlewatkan,
saat memandangi potret wajahmu yang terasa begitu menyenangkan,
namun hal itu kini tak boleh lagi aku lakukan
Jatuh cinta bukan perkara memiliki,
lebih dari itu adalah bagaimana caranya mengikhlaskan,
ikhlas atas rasa yang harus kandas,
ikhlas sebab rasa harus di paksa tuntas.
Dalam lamunan aku menyemangati diri sendiri;
Kuatlah hati,
setelah ini kita akan banyak menemui kehilangan
nama yang selalu di tunggu pada sebuah postingan,
wajah yang bisa terus di pandangi semalaman, dan
dan sosok yang selama ini di impikan,
perlahan-lahan harus segera di musnahkan.
Lalu larut malam semakin membawaku pada kekosongan,
Aku memahami ini begitu menyakitkan,
saat aku tahu bahwa kau bukan lagi sosok yang bisa aku agungkan,
Meski mungkin aku menyadari ada beberapa kemungkinan,
Bahwa kau belum bersanding di pelaminan,
Aku masih punya waktu untuk mengupayakan,
Tapi semua pikiran itu harus aku hilangkan.
Sekarang yang harus aku lakukan adalah turut mendoakan
Semoga kau selalu bahagia
Agar senyum manismu tetap terjaga, Meliarika
Posting Komentar untuk "Ulang Tahun (Mozaik VII pada tulisanku yang bertajuk Puan Lingga 2020)"