Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Ulang Tahun (Mozaik VII pada tulisanku yang bertajuk Puan Lingga 2020)

Menuju akhir maret 2020, di Natuna aku mulai mengoreksi beberapa rencana yang telah aku tuliskan pada lembar buku catatan, ada yang di pertahankan ada pula yang harus aku ubah menyesuaikan dengan keadaan, termasuk namamu, sejauh yang aku rasakan namamu dalam list rencanaku kini menjadi sebuah pertanyaan, sebab semakin jauh waktu berlalu kau pun semakin jauh, membuatku merasa bahwa memilikimu hanyalah mimpi yang akan tetap jadi mimpi, tak akan terjadi. Bahkan mungkin barangkali kini kau telah berlabuh ke lain hati. Sejauh yang telah terlewati aku masih tetap saja belum mengenal sosokmu lebih dalam, yang aku tahu aku hanya mengagumi sosokmu dari kejauhan, dalam diam dan dalam kepasrahan doa-doa yang tak henti-henti.  Menulis ulang daftar rencana, dengan lukisan wajahmu yang selalu ku pajang di meja kerja, aku mulai sedikit berbenah, mengatur langkah demi mendapat jawaban sejauh mana kamu harus aku perjuangkan, Meliarika. Pertanyaan yang jika aku tanyakan kepada hati jawabannya pasti “untuk Meliarika, aku harus terus menanti, jangan henti disini” tapi logikaku mengatakan lain lagi “Sudahlah misteri ini harusnya di sudahi”. Aku semakin bingung, tapi akhirnya namamu tetap berada di list rencana dengan disisipkan simbol tanda tanya (?).  Meliarika,  Puan Lingga yang selalu indah di lamunan,  apa kabar?,  jarang berkabar tetapi tentangmu selalu membuatku berdebar.  Diantara semua pertanyaan yang membingungkan,  Namun hatiku bilang kau harus tetap aku upayakan, Maafkan, Maaf atas keinginan yang enggan hilang ini Sebab kau yang selama ini melekat di hati. Diujung malam, alarmku berdering. Alarm sebuah pengingat hari ulang tahun, hari ulang tahunmu yang sebenarnya aku sudah ingat betul sebab dari jauh-jauh hari sudah aku sadari, tapi aku tak bisa langsung mengucapkan selamat kepadamu, karena lagi-lagi kendala koneksi. Ketika mendapatkan jaringan yang bagus aku pun segera mengirim pesan kepadamu, sebuah ucapan selamat atas bertambahnya umurmu, dan doa yang turut serta aku panjatkan khusus untukmu;   “semoga segala hal terbaik memihakmu di hari ini dan seterusnya”.   Aku juga mengunggah potret wajahmu di Instastoty, menuliskan sebuah ungakapan turut bahagia dan doa-doa yang ku harap siapa pun yang membuka instastory ku turut membaca doa untukmu. Aku banyak mendapatkan tanggapan dari potret wajahmu yang terunggah di Instastoryku, banyak yang menanyakan siapakah gerangan puan yang begitu manis itu, apakah sosok pacarku yang baru, dalam khayalku menjawab dengan doa semoga saja iya, dan segera! Potret wajahmu yang aku ambil dari laman beranda Instagrammu itu juga mendapat tanggapan dari ibuku,   “jadi ini Puan Lingga yang diceritakan tempo hari, yang lukisan wajahnya kau pajang di meja kerjamu?”  "Iya” jawabku   tapi dia masih bukan siapa-siapa, hanya teman, yang kebetulan berulang tahun hari ini, itu sebabnya aku mengunggah wajahnya. Ibuku bilang   “kalau kau mau ya dikejar, jangan hanya kau agungkan di khayalmu, nanti malah semakin halu. Perjuangkan siapa tahu dia memang jodohmu”  Aku hanya tersenyum sendiri, lalu Ibuku lanjut berpesan  “tapi ingat jangan menyakiti hati perempuan lagi seperti yang sudah-sudah,  belajarlah untuk tetap satu, bangun tujuan bersama jika kau mendapatkannya,  jangan berpaling ke lain hati hanya karena rasa penasaranmu terhadapnya telah kau temui,  dan ingat yang selalu Ibu nasehatkan; jangan membuat anak gadis orang jatuh hati  bila akhirnya tak kau nikahi!”  dalam hatiku;   “Dia sudah ada dalam rencana masa depanku kok,  tapi aku tak tahu akan kah nanti rencana itu bisa dengan yang aku rencanakan,  yang jelas sekarang aku hanya ingin mengejar mimpiku sesuai list yang aku buat,  satu persatu, berurutan,  hingga nanti sampai kepada list yang ada namanya  baru lah aku akan mengejarnya,  pun jika nanti dia telah berlabuh ke lain hati,  tak apa,  aku bisa menulis ulang list rencanaku itu dengan nama lain,  meski sulit menemukan yang sepertinya” Malam bertandang dengan suka rela, seperti biasanya setiap malam aku menghabiskan waktu di warung kopi sambil mencari tempat dengan koneksi internet yang baik. Malam itu aku terus melihat deretan Instastorymu yang isinya ucapan selamat ulang tahun untukmu, berbaris-baris story satu persatu terlewati, hingga menjelang terakhir dari barisan Instastory itu, aku melihat satu gambar yang sedikit berbeda dari yang lainnya, caramu merepost Instastory itu sedikit berbeda, terlihat begitu istimewa, kata-kata manis kau tulis yang tampak saat kau menulis itu hatimu sedang berbunga-bunga. Barisan story itu seolah meredupkan malamku secara tiba-tiba, bintang-gemintang seolah kabur dari langit, dan bulan bersembunyi di balik pelupuk mataku.   Puan yang aku nanti ternyata telah melabuhkan hati. Selamat ya. Tidak, aku tidak kecewa hanya saja ada sedikit sesak yang terasa di dalam dada. Ternyata garis waktu telah membawamu pergi semakin jauh dari jangkauanku, kau telah bahagia, aku juga harus turut bahagia, aku akan tetap mendoakanmu dan kekasihmu; semoga kalian bahagia dan terus saling membahagiakan, semoga Dia adalah sosok terbaik yang akan terus mendampingimu, dan semoga tak ada luka yang menghampiri. Selamat, sekali lagi. Mungkin saatnya aku harus undur diri. Tak mengharapkanmu, lagi, berhenti menanti, merelakanmu bahagia di lain hati.  Kadang kala ada hal-hal yang sulit sekali untuk di lupakan,  padahal hal itu sendiri begitu menyakitkan untuk di kenangkan.  Seperti kisahku yang terus mendambamu sendirian dalam diam dan tanpa kejelasan.  Kamu telah memilih hati yang lain sebelum aku datang menawarkan mimpi-mimpiku.  Mungkin benar jalanmu,  kau memilih sosok yang lebih menyenangkan,  yang memahamimu dan selalu memberikanmu rasa nyaman.  Aku terpaksa menghentikan langkah, Meski sebelum itu, dengan percaya diri aku meyakini  bahwa kaulah yang akan menjadi akhir dari pencarianmu nanti,  sosok yang akan memasangkan cincin di jari manismu pada hari yang telah di tentukan. Dalam perasaan yang begitu rumit, aku hanya bisa pasrah.  Aku sadar siapalah aku,  bukanlah sosok seperti yang kau impikan dan bukan kriteria yang kau mau.  Akhirnya aku harus menyelesaikan mimpiku  dengan cara lain. Walau sebenarnya dalam hatiku,  kau masih selalu yang aku idamkan.  Tapi bisakah aku mencari beberapa kemungkinan-kemungkinan  Mana tahu kau nanti berubah pikiran, Tapi aku juga tak boleh begitu,  memiliki bukanlah hal yang bisa kau paksakan.  Pada pekat malam setelah menemui kehilangan,  namamu masih kerap aku sebut  sebagai satu-satunya sosok yang aku rindukan.  Aih aku masih selalu mengingat  waktu-waktu yang telah terlewatkan,  saat memandangi potret wajahmu yang terasa begitu menyenangkan, namun hal itu kini tak boleh lagi aku lakukan  Jatuh cinta bukan perkara memiliki, lebih dari itu adalah bagaimana caranya mengikhlaskan, ikhlas atas rasa yang harus kandas, ikhlas sebab rasa harus di paksa tuntas.  Dalam lamunan aku menyemangati diri sendiri; Kuatlah hati, setelah ini kita akan banyak menemui kehilangan nama yang selalu di tunggu pada sebuah postingan, wajah yang bisa terus di pandangi semalaman, dan dan sosok yang selama ini di impikan, perlahan-lahan harus segera di musnahkan.  Lalu larut malam semakin membawaku pada kekosongan, Aku memahami ini begitu menyakitkan,  saat aku tahu bahwa kau bukan lagi sosok yang bisa aku agungkan,  bukan lagi nama yang bisa aku sematkan di dalam doa-doa, dan  bukan lagi orang yang akan aku ceritakan ke Ibuku.   Meski mungkin aku menyadari ada beberapa kemungkinan, Bahwa kau belum bersanding di pelaminan, Aku masih punya waktu untuk mengupayakan, Tapi semua pikiran itu harus aku hilangkan. Sekarang yang harus aku lakukan adalah turut mendoakan Semoga kau selalu bahagia  Agar senyum manismu tetap terjaga, Meliarika  #MozaikRhe

Menuju akhir Mei 2020, di Natuna aku mulai mengoreksi beberapa rencana yang telah aku tuliskan pada lembar buku catatan, ada yang di pertahankan ada pula yang harus aku ubah menyesuaikan dengan keadaan, termasuk namamu, sejauh yang aku rasakan namamu dalam list rencanaku kini menjadi sebuah pertanyaan, sebab semakin jauh waktu berlalu kau pun semakin jauh, membuatku merasa bahwa memilikimu hanyalah mimpi yang akan tetap jadi mimpi, tak akan terjadi. Bahkan mungkin barangkali kini kau telah berlabuh ke lain hati. Sejauh yang telah terlewati aku masih tetap saja belum mengenal sosokmu lebih dalam, yang aku tahu aku hanya mengagumi sosokmu dari kejauhan, dalam diam dan dalam kepasrahan doa-doa yang tak henti-henti.

Menulis ulang daftar rencana, dengan lukisan wajahmu yang selalu ku pajang di meja kerja, aku mulai sedikit berbenah, mengatur langkah demi mendapat jawaban sejauh mana kamu harus aku perjuangkan, Meliarika. Pertanyaan yang jika aku tanyakan kepada hati jawabannya pasti “untuk Meliarika, aku harus terus menanti, jangan henti disini” tapi logikaku mengatakan lain lagi “Sudahlah misteri ini harusnya di sudahi”. Aku semakin bingung, tapi akhirnya namamu tetap berada di list rencana dengan disisipkan simbol tanda tanya (?).

Meliarika, 
Puan Lingga yang selalu indah di lamunan, 
apa kabar?, 
jarang berkabar tetapi tentangmu selalu membuatku berdebar. 
Diantara semua pertanyaan yang membingungkan, 
Namun hatiku bilang kau harus tetap aku upayakan,
Maafkan,
Maaf atas keinginan yang enggan hilang ini
Sebab kau yang selama ini melekat di hati.

Diujung malam, alarmku berdering. Alarm sebuah pengingat hari ulang tahun, hari ulang tahunmu yang sebenarnya aku sudah ingat betul sebab dari jauh-jauh hari sudah aku sadari, tapi aku tak bisa langsung mengucapkan selamat kepadamu, karena lagi-lagi kendala koneksi. Ketika mendapatkan jaringan yang bagus aku pun segera mengirim pesan kepadamu, sebuah ucapan selamat atas bertambahnya umurmu, dan doa yang turut serta aku panjatkan khusus untukmu; 

“semoga segala hal terbaik memihakmu di hari ini dan seterusnya”. 

Aku juga mengunggah potret wajahmu di Instastoty, menuliskan sebuah ungakapan turut bahagia dan doa-doa yang ku harap siapa pun yang membuka instastory ku turut membaca doa untukmu. Aku banyak mendapatkan tanggapan dari potret wajahmu yang terunggah di Instastoryku, banyak yang menanyakan siapakah gerangan puan yang begitu manis itu, apakah sosok pacarku yang baru, dalam khayalku menjawab dengan doa semoga saja iya, dan segera! Potret wajahmu yang aku ambil dari laman beranda Instagrammu itu juga mendapat tanggapan dari ibuku, 

“jadi ini Puan Lingga yang diceritakan tempo hari, yang lukisan wajahnya kau pajang di meja kerjamu?”

"Iya” jawabku 

tapi dia masih bukan siapa-siapa, hanya teman, yang kebetulan berulang tahun hari ini, itu sebabnya aku mengunggah wajahnya. Ibuku bilang 

“kalau kau mau ya dikejar, jangan hanya kau agungkan di khayalmu, nanti malah semakin halu.
Perjuangkan siapa tahu dia memang jodohmu” 
Aku hanya tersenyum sendiri, lalu Ibuku lanjut berpesan 
“tapi ingat jangan menyakiti hati perempuan lagi seperti yang sudah-sudah, 
belajarlah untuk tetap satu, bangun tujuan bersama jika kau mendapatkannya, 
jangan berpaling ke lain hati hanya karena rasa penasaranmu terhadapnya telah kau temui, 
dan ingat yang selalu Ibu nasehatkan; jangan membuat anak gadis orang jatuh hati 
bila akhirnya tak kau nikahi!” 

dalam hatiku; 

“Dia sudah ada dalam rencana masa depanku kok, 
tapi aku tak tahu akan kah nanti rencana itu bisa sesuai dengan yang aku rencanakan, 
yang jelas sekarang aku hanya ingin mengejar mimpiku sesuai list yang aku buat, 
satu persatu, berurutan, 
hingga nanti sampai kepada list yang ada namanya 
baru lah aku akan mengejarnya, 
pun jika nanti dia telah berlabuh ke lain hati, 
tak apa, 
aku bisa menulis ulang list rencanaku itu dengan nama lain, 
meski sulit menemukan yang sepertinya”

Malam bertandang dengan suka rela, seperti biasanya setiap malam aku menghabiskan waktu di warung kopi sambil mencari tempat dengan koneksi internet yang baik. Malam itu aku terus melihat deretan Instastorymu yang isinya ucapan selamat ulang tahun untukmu, berbaris-baris story satu persatu terlewati, hingga menjelang terakhir dari barisan Instastory itu, aku melihat satu gambar yang sedikit berbeda dari yang lainnya, caramu merepost Instastory itu sedikit berbeda, terlihat begitu istimewa, kata-kata manis kau tulis yang tampak saat kau menulis itu hatimu sedang berbunga-bunga. Barisan story itu seolah meredupkan malamku secara tiba-tiba, bintang-gemintang seolah kabur dari langit, dan bulan bersembunyi di balik pelupuk mataku. 

Puan yang aku nanti ternyata telah melabuhkan hati. Selamat ya. Tidak, aku tidak kecewa hanya saja ada sedikit sesak yang terasa di dalam dada. Ternyata garis waktu telah membawamu pergi semakin jauh dari jangkauanku, kau telah bahagia, aku juga harus turut bahagia, aku akan tetap mendoakanmu dan kekasihmu; semoga kalian bahagia dan terus saling membahagiakan, semoga Dia adalah sosok terbaik yang akan terus mendampingimu, dan semoga tak ada luka yang menghampiri. Selamat, sekali lagi. Mungkin saatnya aku harus undur diri. Tak mengharapkanmu, lagi, berhenti menanti, merelakanmu bahagia di lain hati.

Kadang kala ada hal-hal yang sulit sekali untuk di lupakan, 
padahal hal itu sendiri begitu menyakitkan untuk di kenangkan. 
Seperti kisahku yang terus mendambamu sendirian dalam diam dan tanpa kejelasan. 
Kamu telah memilih hati yang lain sebelum aku datang menawarkan mimpi-mimpiku. 
Mungkin benar jalanmu, 
kau memilih sosok yang lebih menyenangkan, 
yang memahamimu dan selalu memberikanmu rasa nyaman.

Aku terpaksa menghentikan langkah,
Meski sebelum itu, dengan percaya diri aku meyakini 
bahwa Aku lah sosok yang akan menjadi akhir dari penantianmu nanti, 
sosok yang akan memasangkan cincin di jari manismu pada hari yang telah di tentukan.
Dalam perasaan yang begitu rumit, aku hanya bisa pasrah. 
Aku sadar siapalah aku, 
bukanlah sosok seperti yang kau impikan dan bukan kriteria yang kau mau. 
Akhirnya aku harus menyelesaikan mimpiku  dengan cara lain.
Walau sebenarnya dalam hatiku, 
kau masih selalu yang aku idamkan.

Tapi bisakah aku mencari beberapa kemungkinan-kemungkinan 
Mana tahu kau nanti berubah pikiran,
Tapi aku juga tak boleh begitu, 
memiliki bukanlah hal yang bisa kau paksakan.

Pada pekat malam setelah menemui kehilangan, 
namamu masih kerap aku sebut 
sebagai satu-satunya sosok yang aku rindukan. 
Aih aku masih selalu mengingat 
waktu-waktu yang telah terlewatkan, 
saat memandangi potret wajahmu yang terasa begitu menyenangkan,
namun hal itu kini tak boleh lagi aku lakukan

Jatuh cinta bukan perkara memiliki,
lebih dari itu adalah bagaimana caranya mengikhlaskan,
ikhlas atas rasa yang harus kandas,
ikhlas sebab rasa harus di paksa tuntas.

Dalam lamunan aku menyemangati diri sendiri;
Kuatlah hati,
setelah ini kita akan banyak menemui kehilangan
nama yang selalu di tunggu pada sebuah postingan,
wajah yang bisa terus di pandangi semalaman, dan
dan sosok yang selama ini di impikan,
perlahan-lahan harus segera di musnahkan.

Lalu larut malam semakin membawaku pada kekosongan,
Aku memahami ini begitu menyakitkan, 
saat aku tahu bahwa kau bukan lagi sosok yang bisa aku agungkan, 
bukan lagi nama yang bisa aku sematkan di dalam doa-doa, dan 
bukan lagi orang yang akan aku ceritakan ke Ibuku. 

Meski mungkin aku menyadari ada beberapa kemungkinan,
Bahwa kau belum bersanding di pelaminan,
Aku masih punya waktu untuk mengupayakan,
Tapi semua pikiran itu harus aku hilangkan.
Sekarang yang harus aku lakukan adalah turut mendoakan
Semoga kau selalu bahagia 
Agar senyum manismu tetap terjaga, Meliarika

#MozaikRhe

Posting Komentar untuk "Ulang Tahun (Mozaik VII pada tulisanku yang bertajuk Puan Lingga 2020)"