Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Parade Musim Lara (Rindu Hal Termanis Tapi Pembunuh Paling Sadis)

Rindu, hal termanis namun pembunuh paling sadis.  Menyendiri seperti biasa, tak bersuara hanya duduk terpaku mendengarkan detik jam yang terus berlalu, tak ada suara kendaraan, tak ada suara irama musik yang biasa kudengar, tak ada apapun yang indah dapat kupandang hanya gumpalan asap yang perlahan terbang meninggi lalu hilang larut dalam udara dan dan di sudut sana, tumpukan baju kotor yang sudah menggunung. tak ada aroma harum, tak ada hawa romantik, tak pula ada teman. hanya secangkir kopi dingin yang siap menikam dengan argumen gilanya. selalu seperti ini disetiap malamku memandangi tiap sudut kamar menerka-nerka nasib, memanggil masalalu yang terkadang hadir dalam bentuk pilu. Entah mengapa dibalik suasana yang kacau seperti ini rindu selalu datang tak pernah permisi dan tak pernah tahu diri, meluap-luap lalu mengorek-ngorek pikiran dan perlahan menyayat hati. Rindu ini bagai sahabat dekat melebihi saudara ia datang nyelonong masuk lalu mengubrak-abrik apa yang telah tertata rapi kemudian ia pergi sembari meninggalkan jejak, seolah itu jejaknya yang terakhir namun beberapa waktu setelah pergi, Rindu itu datang kembali tanpa permisi, kurang hajar betul kau rindu.

 Rindu, hal termanis namun pembunuh paling sadis.

Menyendiri seperti biasa, tak bersuara hanya duduk terpaku mendengarkan detik jam yang terus berlalu, tak ada suara kendaraan, tak ada suara irama musik yang biasa kudengar, tak ada apapun yang indah dapat kupandang hanya gumpalan asap yang perlahan terbang meninggi lalu hilang larut dalam udara dan dan di sudut sana, tumpukan baju kotor yang sudah menggunung. tak ada aroma harum, tak ada hawa romantik, tak pula ada teman. hanya secangkir kopi dingin yang siap menikam dengan argumen gilanya. selalu seperti ini disetiap malamku memandangi tiap sudut kamar menerka-nerka nasib, memanggil masalalu yang terkadang hadir dalam bentuk pilu. Entah mengapa dibalik suasana yang kacau seperti ini rindu selalu datang tak pernah permisi dan tak pernah tahu diri, meluap-luap lalu mengorek-ngorek pikiran dan perlahan menyayat hati. Rindu ini bagai sahabat dekat melebihi saudara ia datang nyelonong masuk lalu mengubrak-abrik apa yang telah tertata rapi kemudian ia pergi sembari meninggalkan jejak, seolah itu jejaknya yang terakhir namun beberapa waktu setelah pergi, Rindu itu datang kembali tanpa permisi, kurang hajar betul kau rindu.

Malam semakin larut, matahari pun telah berkemas untuk segera menjemput fajar. Aku hanya terdiam membiarkan waktu melewatiku. Sembari menyesali hal-hal yang telah terjadi, terkadang aku pun mulai nyaman bertanya pada dinding kamar yang bisu. Kenapa hidup begitu sulit sekarang?, kenapa masalalu datang begitu bengis sekarang?, menghantam sudut pikir hingga aku terhanyut dalam kepiluan dan semakin larut pula dalam kesendirian. Kemudian datang kenangan-kenangan yang begitu jalang menggodaku mengingat memori yang sudah lama ingin aku lupakan. 

“Parade Musim Lara”

Begitulah aku menyebut suasana hari-hariku belakangan ini; teman ngopi sibuk mengejar mimpi hingga untuk meluangkan waktu untuk sekedar berdiskusi pun tak sempat lagi. sahabat sudah disibukkan pula dengan pekerjaan, mengumpulkan pundi-pundi rupiah untuk istri dan untuk ditabung demi masadepan anak-anak mereka nanti. Sedangkan aku, masih tenggelam dalam pekatnya masalalu. Aih jika memang katanya jatuh cinta sesederhana itu kenapa melupakan bisa serumit ini?. 

Kepada kamu perempuan yang sedang tertawa riang dengan lelakimu di barisan titik-titik postingan istastory, apa sebenarnya yang hebat darimu? Kenapa bisa kamu membuatku jatuh cinta sedalam ini? Jatuh cinta yang hanya sekali tetapi patah hatinya berkali-kali. Brengsek!

Detik waktu pun terasa lambat sekali, bahkan kini jarumnya kurasa seolah tak pernah beranjak, masih diam tepat diwaktu sorang perempuan mematahkan hatiku. 

Lalu malam begitu terang bagiku kini sebab malam selalu membuat bayangmu nyata di tiap sudut kamarku yang tak pernah lagi kau kunjungi. Sedangkan siang terasa begitu gelap, kelam, dan tajam layaknya pisau yang menikam tepat dijantungku. Siang bagiku kini adalah musuh, sebab siang hanya membuat hatiku semakin risau dan membuat pikiranku semakin kacau. Bagaimana tidak, belum genap satu bulan kita berpisah, kau telah nyaman digandeng lelaki lain. Lelaki itu, yang kau bilang hanya teman sekantor, pertnermu dalam tugas-tugas pekerjaanmu. Sekarang sudah resmi menjadi partner senang maupun sedihmu, tempat kau mengeluh atas penatnya rutinitas keseharianmu, seperti dulu pernah kau lakukan kepadaku. 

Sosial media juga ikut menjadi momok bagiku, karena disetiap unggahanmu selalu dengan lelaki itu, isinya penuh dengan kegiatanmu seharian; mulai dari ucapan selamat pagi dan seikat bunga di depan pintu rumahmu, sarapan bersama, berangkat ke kantor berdua, makan siang juga berdua, lalu lembur dan pulang kantor pun selalu saja dengannya. setibanya dirumah kau unggah lagi tangkapan layar videocall kalian dengan pose lelakimu tersenyum dan kau terlihat tertawa lebar dan sangat bahagia. Jijik!. 

Setelah itu unggahanmu ditutup dengan ucapan selamat tidur yang berakhir emoticon *kiss*. 

Besok pagi mengulang seperti itu lagi hingga Instastorymu kini menjadi titik-titik yang teramat banyak layaknya selebgram. 

Aih asal kamu tahu, itu sungguh memalukan dan sangat-sangat berlebihan! 

Tapi, kenapa aku betah melihat serangkaian unggahanmu itu. Bodoh memang. 

Sempat pernah ingin aku block saja akunmu tapi aku tak mampu. Sehari saja tanpa tau kegiatanmu aku semakin tambah rindu dan meskipun kau telah meniadakan aku, tetap saja aku mengkhawatirkan kamu, tetap saja aku ingin tau kabarmu; apakah harimu menyenangkan, atau malah menyakitkan, apakah kamu masih sedang kasmaran atau sudah mulai merenggang. Aku tetap ingin tau itu, sebab bagiku, sekali saja ada celah untukku masuk kembali ke hatimu, segera aku akan masuk tanpa perlu kau beri aba-aba. 

Aku pun yakin kau dan lelakimu itu tak akan lama, kasmaranmu hanya sebentar saja, nanti kau akan kembali lagi kepadaku. 

Kembali memungut mimpi-mimpi kita yang sudah kau tinggalkan tempo hari.


#MozaikRhe


Posting Komentar untuk "Parade Musim Lara (Rindu Hal Termanis Tapi Pembunuh Paling Sadis)"