Sahabat, Cintaku (Kisah Asmara Satu Angkatan di Masa Perkuliahan)
Tunggu, Aku belum mencintaimu, meski kita sering bertemu.
Meski kau sempat bilang bahwa kau menaruh rasa kepadaku, namun aku tak terlalu menghiraukan perasaanmu itu, karena ku pikir kita tak akan bisa bersatu, menjalin cinta dengan teman satu kampus menurutku akan menghambatku untuk lulus tepat waktu. entah dengan alasan apa aku mendapatkan pemikiran seperti itu, aku pun tak tahu.
Waktu berlalu, semester demi semester telah di lewati.
Kau dan aku mulai jarang bertemu di kampus karena kita mengambil mata kuliah yang berbeda hanya satu saja yang sama, kita pun jarang berbincang di cafe lagi, karena tak ada tugas yang harus kita kerjakan bersama. saat itu, kala kita jarang bertemu aku merasa mulai merindukanmu, rasanya begitu sepi saat aku harus masuk kelas dan tak melihat kamu. kamu yang biasanya selalu memilih kursi dekat denganku, entah di sebelahku, di depanku, atau di belakangku. kamu yang biasanya membuatku jarang mendengar ocehan dosen di depan, karena selalu mengajakku berbicara. aih aku pikir aku juga mulai punya perasaan lebih kepadamu, saat kau jauh dariku.
Lalu, Suatu hari, di masa itu.
Kita masuk kuliah di waktu yang sama dan di kelas yang sama, seperti biasanya kau selalu duduk di dekatku, kau duduk tepat di depanku.
Sahabat, cintaku;
Samar suara di ruang kelas, sementara di kursi depan rambutmu jelas terurai deras, berjuntai menutup sandar, hitam pekat menari dengan angin. Sesekali ku goda kau, berharap dapat sedikit mata dari pandanganmu yang fokus namun tak terlalu, mendengar dosen namun tak lagi konsen. seminggu sekali pada pertemuan kita, di depan pintu maupun dikelas, rasaku dalam terpendam padamu yang selalu melulu menjadi harapan. aku pun akhirnya mulai mendekati kau, lagi, dengan sepenggal puisi yang ku kirim hampir setiap hari, dan sempat aku ungkapkan, bahwa aku ingin menemanimu pada siang, senja, malam, hingga pagi datang lagi. tapi kau bilang tahan dulu, sebab kau telah punya kekasih yang baru. aku kalut dan jengah waktu itu, kenapa saat dulu kau mau namun aku menolakmu, kini, kau telah punya kekasih aku baru ingin memikatmu. aku yang bodoh, tapi aku tak ingin menyerah. aku akan menunggumu, 'ku bilang. hingga akhirnya yang aku tunggu, kau mengabari bahwa kisahmu dengan kekasihmu pun selesai. kabarmu seolah membuka jalan memberi celah, dan kau pun memberi harapan pada pagi cerah, kau mengundangku pada suatu malam untuk datang ke rumahmu, kau bilang ingin bercerita banyak hal. ternyata memang banyak hal yang jadi cerita saat aku di rumahmu kala itu, cerita yang teramat panjang, dari malam hingga pagi, aku dirumahmu.
aku dan kau akhirnya mulai bermain hati.
.
Pada senja tanpa warna, aku kembali bertandang ke rumahmu, kita bercengkrama diruang tengah, tanpa suara, yang ada hanya desah dan terengah-engah, lalu hati semakin memuncak pada rindu yang meluap-luap. dari rumahmu perasaaanku kian tumbuh, di rumahmu kita sering bertemu, dan di rumahmu pertama kali aku menjemputmu. Tepat angka tujuh, bulan ke sepuluh, kita menyinggahi kedai kopi di jalan Sudirman, menikmati donat dan kopi berlatar jingga, senja. lalu buku menjadi saksi bisu bahwa tepat angka tujuh itu kau benar-benar jadi milikku.
Kisah kita yang bermula dari tanggal 7
Semua berjalan seimbang, bahagia pasti, duka pun ada sebagai penguji, tak pernah tersingkirkan ragu kala itu, meski luka sempat sama-sama kita lalui, semua terjadi sebagai mana terjadi namun semua berhasil terlewati, sebab komitmen bersama telah kita sepakati.
.
Tiktok waktu lalu-lalang,
Jam demi jam, hari berganti hari, perjalanan kita menuju setahun kurang tiga bulan lagi. saat itu tiba masa libur semester dan aku harus pulang ke Natuna, meninggalkanmu untuk sementara. singkat cerita saat aku di Natuna, dan kau di Jogja, kita yang berjauhan dan kasih mulai merenggang. saat itu meski tetap banyak rasa suka tapi tak terhindar pula dari luka. luka yang tak terelakkan sebab raga berjauhan, hingga membuat cinta menjadi cela dan akhirnya tak ada lagi kisah kita, kau memilih usai, kau bilang perasaan kita mungkin sudah selesai, raga yang terpisah lautan membuat kita tak lagi merasa nyaman, setiap hari kita merindu namun setiap saat kita saling berseteru, seolah tak ada rasa percaya antara aku dan kamu, selalu saja timbul rasa ragu.
Akhir yang tak baik-baik saja,
Terlalu sering bertengkar, terlampau banyak saling menuduh, semua hal baik yang pernah terukir tak lagi menetap di sudut pikir. kata sayang berubah makian, hingga akhirnya kita pun sama-sama lelah dengan hubungan yang tak lagi mengasyikkan.
Tinggal kenangan di sepanjang jalan.
Setelah kau ucap kata usai, dan kita kembali menjalani hidup masing-masing. tak lagi saling mengabari, dan tak lagi saling merindukan. Aku pun kembali ke Jogja, mencumbu tanah istimewa. Nmaun, hal pertama yang aku pikirkan saat tiba di Jogja adalah kenangan kita, sedikit terbersit keinginan untuk melihatmu lagi. aku pun mencoba untuk mengabarimu, kau sambut pesanku dengan penuh haru, kau pun bilang ingin bertemu. Sabtu sore, kita sepakat untuk kembali bertemu di tempat pertama kali kasih kita berpadu. Pada perjumpaan itu, saat aku menatap mata indahmu, dalam benakku; "Kau bukan lagi yang aku kenali dulu" kau bilang kau pun berpikir begitu dan akhirnya kita sama-sama sepakat bahwa telah memilih jalan yang tepat. bahwa tak ada lagi rasa yang saling dan akhirnya kita kembali asing dengan kehidupan masing-masing. habislah kisah kita.
Kuliah yang berakhir, namun kenangan tetap terukir.
Menjelang akhir, kita sudah tak pernah lagi bertemu, sudah tak ada lagi mata kuliah yang di ambil, kau sibuk dengan skripsimu, dan aku masih sibuk dengan duniaku. Kau wisuda lebih dulu, dan di hari wisudamu itu adalah hari terakhir kita bertemu. setelah itu tak lagi ku dengar kabar tentangmu, habis sudah cerita cinta masa perkuliahan;
"Kampus dan kelas yang pernah ada kita,
hanya menjadi pengingat bahwa kita pernah satu dalam rindu yang sepakat".
#mozaikrhe
Posting Komentar untuk "Sahabat, Cintaku (Kisah Asmara Satu Angkatan di Masa Perkuliahan)"