Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Nama (Rankai Tulisanku pada 2018 Tentang 'Meliarika' Bagian ke III)

Tidak begitu asing, sering terdengar di telinga.  Nama itu, rasanya sangat dekat namun belum juga aku tahu wujud pemilik nama itu. Hanya nama, bermula dari nama yang terdengar cukup indah. Sebelum detik ini tak ada sedikit pun niatku untuk mengetahui lebih lanjut tentang sosok pemilik nama itu.   Meliarika, begitu pengucapan nama itu, yang sederhana, tak begitu rumit dan sepertinya aku dan dia sudah beberapa kali bertemu, ku kira. Namun hanya sepintas saja, saling pandang namun tak saling mengingat. Dia pun sama, pernah melihatku. Hanya pernah berjumpa layaknya dua orang asing yang berpapasan di jalan, pertemuan biasa saja tak ada yang istimewa bahkan mungkin sebelumnya dia tak pernah mendengar atau tahu namaku.   Waktu berlalu, membawa ke sebuah titik temu. Pertemuan yang sedikit berbeda dari yang sebelumnya, pertemuan yang aku yakin itu bukan tanpa campur tangan semesta. Dari pertemuan itu, Aku percaya ada hal-hal yang sebenarnya mungkin bisa saja itu rahasia sang Pencipta. Pertemuan yang menurutku bukanlah sebuah kenangan yang sia-sia. Aku percaya bahkan selembar daun kering yang gugur ke bumi pun tak ada yang tanpa sepengetahuan-Nya. Apalah lagi pertemuan dua sosok manusia. Boleh aku bilang ada takdir yang di rahasiakan dari pertemuan itu. Takdir yang membahagiakan jiwa dan raga, Takdir yang menyusup lewat udara dan kemudian perlahan-lahan keluar - masuk ke rongga paru-paru kita.   Sebelum pertemuan itu. Kepekatan masalalu yang membayangi aku atau Dia, adalah pelajaran yang telah lalu. Biarlah berlalu. Esok, lusa dan seterusnya akan menjadi halaman baru dan cerita baru. Seperti itu lah harapku tepat ketika namamu tersemat di beranda sosial mediaku usai kita bertemu. Entah mengapa nama itu; "Meliarika" menjelma cahaya begitu indah yang benderang di sudut gelap hatiku, mengalahkan jingga saat senja. Hingga tanpa ku sadari, aku telah lena, terjungkal jatuh dan tak bisa beranjak kemana-mana. Untuk nama itu, kini ingin ku panggil di setiap detik hari-hariku. Meliarika, satu nama yang kini kian terucap dalam tiap doa. Semoga semesta ikut mengaminkan. Hingga Dia tak punya lagi kuasa untuk mengelak.   Dari sebuah nama di beranda sosial media. Senyumannya yang muncul di layar ponsel membuat aku jatuh cinta. Aih senyum itu. Senyum peneduh jiwa, bagaimana bisa aku tak terpesona (?). Hatinya, sekarang ku yakin di sanalah letak kerajaan jiwa, tempat bersemayam segala rasa bahagia.   Aku yang larut dalam keindahan rasa suka, akhirnya memberanikan diri untuk menyapa, bertukar cerita meski belum berani mengungkap rasa. Meliarika yang selalu indah di mata dengan namamu aku kerap mengucap harap; Meliarika, jika nantinya kisah ini tak berlanjut menjadi cerita seperti yang aku pinta di tiap doa, tetapi namamu selalu menjadi dongeng panjang yang akan terus aku baca menjelang lelapku. Jika pun kisah kita hanya sebatas saling mengenal tak sampai mengena apalagi bermakna tetapi bagiku tak apa.  Akan tetap aku kenang namamu hingga nanti aku menua. Menjadi sebuah history istimewa, seistimewa namamu di palung terdalam hatiku saat ini.   Meliarika, meratapi yang lalu hanya akan jadi benalu, kini saatnya menatap masa yang baru. Penuhi lah dengan segala harapan. Dan harapku saat ini adalah bersamamu di setiap waktu.  Meliarika, nama itu kini menjadi puncak pencapaian dari mimpiku. Sungguh untuk itu akan ku rangkum semua jejak yang pernah aku lalui sebagai pelajaran untuk menata masa depan yang baru. Menjadi sosok baru dengan letupan-letupan candu; "aku ingin melewati hari berikutnya bersamamu".  Meliarika, dari namamu yang teramat istimewa di benakku. Lihatlah aku sedikit saja sebagai pemujamu, yang sedia kapan saja kau mau. Berkelana lah dulu jika itu mau mu, aku siap menunggu semaumu kapan, sekapan-kapan maumu.  Meliarika, untuk namamu itu aku tak akan letih-letihnya menunggu; menunggu lelahmu dengan segala cinta yang datang kepadamu. Untuk namamu itu, aku menunggu di akhir perjalananmu. Menunggu adalah caraku mengagumimu tanpa jemu, Meliarika.    “Meliarika, namamu selalu indah ku baca.  Selalu ku sebut dalam tiap doa.  Sudikah kiranya sedikit kita bertukar rasa  Siapa tau kau suka”    #MozaikRhe

Tidak begitu asing, sering terdengar di telinga. 
Nama itu, rasanya sangat dekat namun belum juga aku tahu wujud pemilik nama itu. Hanya nama, bermula dari nama yang terdengar cukup indah. Nama itu yang sebelum aku menulis ini tak ada sedikit pun niatku untuk mengetahui lebih lanjut tentang sosok pemilik nama itu. 

Meliarika, begitu pengucapan nama itu, yang sederhana, tak begitu rumit dan sepertinya aku dan dia sudah beberapa kali bertemu, ku kira. Namun hanya sepintas saja, saling pandang namun tak saling mengingat. Dia pun sama, pernah melihatku. Kami hanya pernah berjumpa layaknya dua orang asing yang berpapasan di jalan, pertemuan biasa saja tak ada yang istimewa bahkan mungkin sebelumnya dia tak pernah mendengar atau tahu namaku. 

Waktu berlalu, membawa ke sebuah titik temu.
Pertemuan yang sedikit berbeda dari yang sebelumnya, pertemuan yang aku yakin itu bukan tanpa campur tangan semesta. Dari pertemuan itu, Aku percaya ada hal-hal yang sebenarnya mungkin bisa saja itu rahasia sang Pencipta. Pertemuan yang menurutku bukanlah sebuah kenangan yang sia-sia. Aku percaya bahkan selembar daun kering yang gugur ke bumi pun tak ada yang tanpa sepengetahuan-Nya. Apalah lagi pertemuan dua sosok manusia. Boleh aku bilang ada takdir yang di rahasiakan dari pertemuan itu. Takdir yang membahagiakan jiwa dan raga, Takdir yang menyusup lewat udara dan kemudian perlahan-lahan keluar - masuk ke rongga paru-paru kita. 

Meliarika, Kau yang kini mungkin jauh dari jangkauanku
tetapi dalam tiap pinta selalu ku seru namamu.

Kepekatan masalalu yang membayangi aku atau Dia, adalah pelajaran yang telah lalu. Biarlah berlalu. Esok, lusa dan seterusnya akan menjadi halaman baru dan cerita baru. Seperti itu lah harapku tepat ketika namanya tersemat di beranda sosial mediaku usai kami bertemu. Entah mengapa nama itu; "Meliarika" menjelma cahaya begitu indah yang benderang di sudut gelap hatiku, mengalahkan jingga saat senja. Hingga tanpa ku sadari, aku telah lena, terjungkal jatuh dan tak bisa beranjak kemana-mana. Untuk nama itu, kini ingin ku panggil di setiap detik hari-hariku. Meliarika, satu nama yang kini kian terucap dalam tiap doa. Semoga semesta ikut mengaminkan. Hingga Dia tak punya lagi kuasa untuk mengelak. 

Meliarika, namamu selalu indah ku baca.
Selalu ku sebut dalam tiap doa.
Sudikah kiranya sedikit saja kita bertukar rasa
Siapa tahu kau suka”

Dari sebuah nama di beranda sosial media.
Senyumannya yang muncul di layar ponsel membuat aku semakin jatuh cinta. Aih senyum itu. Senyum peneduh jiwa, bagaimana bisa aku tak terpesona (?). 

"Meliarika, hatinya sekarang ku yakin di sanalah letak kerajaan jiwa, 
tempat bersemayam segala rasa bahagiaku."

Aku yang larut dalam keindahan rasa suka, akhirnya memberanikan diri untuk menyapa, bertukar cerita meski belum berani mengungkap rasa. Meliarika yang selalu indah di mata dengan namamu aku kerap mengucap harap;

Meliarika, jika nanti Tuhan menjawab do-doa 
dan akhirnya menakdirkan kita,
sudilah kiranya terima saja dengan lapang dada.

Meliarika, jika nantinya kisah ini tak berlanjut menjadi cerita seperti yang aku pinta di tiap doa, tetapi namamu selalu menjadi dongeng panjang yang akan terus aku baca menjelang lelapku. Jika pun kisah kita hanya sebatas saling mengenal tak sampai mengena apalagi bermakna tetapi bagiku tak apa.  Akan tetap aku kenang namamu hingga nanti aku menua. Menjadi sebuah history istimewa, seistimewa namamu di palung terdalam hatiku saat ini. 

Meliarika, meratapi yang lalu hanya akan jadi benalu, kini saatnya menatap masa depan yang baru. Penuhi lah dengan segala harapan, dan harapku saat ini adalah bersamamu di setiap waktu.

Meliarika, nama itu kini menjadi puncak pencapaian dari mimpiku. Sungguh untuk itu akan ku rangkum semua jejak yang pernah aku lalui sebagai pelajaran untuk menata masa depan yang baru. Menjadi sosok baru dengan letupan-letupan candu; "aku ingin melewati hari berikutnya bersamamu".

Meliarika, dari namamu yang teramat istimewa di benakku. Lihatlah aku sedikit saja sebagai pemujamu, yang sedia kapan saja kau mau. Berkelana lah dulu jika itu mau mu, aku siap menunggu semaumu kapan, sekapan-kapan maumu.

Meliarika, untuk namamu itu aku tak akan letih-letihnya menunggu; menunggu lelahmu dengan segala cinta yang datang kepadamu. Untuk namamu itu, aku menunggu di akhir perjalananmu. Sebab menunggu adalah caraku mengagumimu tanpa jemu, Meliarika.



#MozaikRhe


Posting Komentar untuk "Nama (Rankai Tulisanku pada 2018 Tentang 'Meliarika' Bagian ke III)"