Kadangkala ada hal-hal yang sulit sekali untuk di lupakan, padahal hal itu sendiri begitu menyakitkan untuk di kenangkan. Seperti kisah kita yang telah berlalu dengan kata pamit yang begitu sulit. Kita sama-sama memilih usai sebelum satu-persatu mimpi kita, kita gapai. Kau bilang akan lebih baik jika hidup dengan jalan masing-masing, kau bilang kau sudah tak ingin lagi menuruti pintaku, dan kau bilang aku pun sudah tak lagi perhatian. Padahal sebelum itu kau sempat bilang bahwa bersamaku adalah sesuatu yang begitu sangat menyenangkan, kau bilang aku yang terbaik sejauh perjalanan cintamu, dan kau juga bilang akulah satu-satunya alasan untukmu membuka hati setelah patah hatimu dengan mantan kekasihmu yang dulu.
Dalam pintamu yang rumit, aku hanya bisa pasrah. Aku sadar bahwa hubungan kita belakangan tak lagi menyenangkan, kita sibuk dengan dunia kita masing-masing. Meski sebenarnya dalam hatiku tak ingin ada lagi perpisahan, aku ingin kau bertahan dan kita mulai lagi seperti semula; mencari beberapa kemungkinan-kemungkinan agar kisah kita itu bisa kita lanjutkan tapi di lain sisi aku juga melihat kau sudah begitu kelelahan menghadapiku, dan aku pikir aku bukan lagi yang terbaik untuk mendampingimu, maafkan aku, kekasih.
Sekarang, pekat malam setelah menemui kehilangan, namamu masih kerap aku sebut sebagai satu-satunya sosok yang aku rindukan. Aih aku masih selalu mengingat waktu-waktu yang telah terlewatkan, pesan-pesan yang selalu memenuhi kotak pesan di ponselku, ternyata kini telah hilang tanpa kesan.
Kuatlah hati,
setelah ini kita akan banyak menemui perpisahan
nama yang selalu muncul di notif pesan
sapaan manis di pagi hari, dan
yang selama ini selalu memberi perhatian,
perlahan-lahan akan segera menghilang!
Aku memahami ini begitu menyakitkan, saat aku tahu bahwa kau bukan lagi sosok yang bisa aku banggakan di depan teman-teman, bukan lagi wajah yang bisa aku pamerkan di sosial media, dan bukan lagi orang yang akan aku ceritakan ke Ibuku. Meski sebelum pamitmu kau bilang kita masih akan tetap berteman; aku boleh datang kapan saja aku suka, aku boleh bercerita tentang hari-hariku seperti biasanya, tapi ternyata aku tak bisa. Aku tak bisa lagi menghubungimu, menganggapmu sebagai sahabatku, aku tak bisa. Sebab setiap namamu teringat di kepala yang aku rasakan adalah kepahitan dari kisah yang tak berujung bahagia.
Aku harus menghindarimu!
Bukan tak ingin lagi mengenalmu, hanya saja aku harus membiasakan diri tanpamu terlebih dahulu. Aku harus bisa menerima kenyataan bahwa kamu adalah orang yang sebelumnya aku perjuangkan dengan penuh keyakinan, kini hanyalah sosok yang harus aku anggap sebagai teman, tapi bagaimana bisa?
Bagai mana Bisa?
Sedangkan teman-temanmu masih sering mengatakan kau masih selalu bercerita kepada mereka bahwa aku adalah orang yang selalu saja kau agungkan.
Bagaimana bisa?
Saat teman-temanmu bilang kau masih merindukanku, tapi setiap aku datang kepadamu kau malah menganggapku seperti orang asing, seolah tak pernah terjadi apa-apa dia antara kita.
Kekasih, kenangan kita masih terasa begitu hangat,
Kau pun belum begitu jauh dari jangkauanku, tapi kemungkinan untuk kembali bersatu terlihat begitu mustahil, ya? Kau masih mencintaiku, aku pun sama namun sama-sama pula tak ingin kembali. Lalu dengan bijaksananya kita harus melangkah ke arah mana? Saat tak ada nama lain yang di inginkan, tapi yang di inginkan tak lagi ada harapan untuk di teruskan.
Akhirnya kita sama-sama Stuck ya, Kekasih? Saling mencintai namun harus saling menjauhi, saling menginginkan namun harus saling menjaga jarak, masih saling peduli namun harus saling menahan diri. lucu memang.
Tapi beginilah kita akhirnya.
Merelakan kisah kita berakhir, namun saling tak rela jika salah satu dari kita menemukan yang lain. Aih apakah ujung dari cerita kita nantinya, ya? Aku hanya akan berdoa semoga kita bisa terus bahagia bagaimana pun nanti jadinya, sejauh mana takdir membawa kita, semoga kita bisa berlapang dada menerimanya.
Salam rindu dari jauh,
dariku yang masih terus mencoba menghindarimu,
namun juga masih sangat menginginkanmu.
#MozaikRhe
Posting Komentar untuk "Paradoks!"